HAPUS
OUTSOURCING ATAU GULUNG TIKAR?
Sistem kerja outsourcing
merupakan penyedia atau penyalur tenaga kerja melalui perantara yang nantinya
gaji buruh tersebut akan dipotong untuk penyalur. Undang-undang yang mengatur
mengenai sistem kerja outsourcing buruh terdapat pada permen No 13 tahun 2012
tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak dan
pengaturan outsourcing. Undang-undang
nomor 13 pasal 65 tahun 2003 juga menjelaskan bahwa produksi yang bersifat
langsung, perusahaan tidak boleh menggunakan karyawan outsourcing. Terdapat lima jenis pekerjaan yang boleh dilakukan
secara outsourcing. Lima jenis pekerjaan tersebut adalah cleaning service, keamanan,
transportasi, catering, dan migas
pertambangan.
Seharusnya perusahaan tidak boleh memberlakukan sistem
kerja outsourcing bagi buruh karena
itu merugikan para buruh. Perusahaan seharusnya berterimakasih banyak kepada
buruh karena buruh tersebut bersedia bekerja di perusahaan mereka. Coba
bayangkan jika suatu perusahaan tidak ada buruh yang bekerja, perusahaan
tersebut akan gulung tikar. Maka dari itu sebaiknya perusahaan memberikan
ganjaran yang setimpal yaitu memberikan jaminan kesehatan, kesejahteraan yang
layak, dan gaji yang setimpal dengan hasil kerja mereka. Padahal buruh kerja outsourcing juga memiliki waktu yang
sama dengan buruh kerja tetap.
Sebelum memasuki sebuah pabrik, pemilik perusahaaan pasti
menawarkan janji-janji palsu kepada buruh outsorcing.
Pemilik perusahaan menjanjikan buruh outsourcing
akan mendapatkan gaji yang setimpal dengan pekerja tetap. Nantinya setelah
memasuki pabrik tersebut dan mulai bekerja, pemilik perusahaan akan lupa dengan
janji busuknya tersebut. Sistem rekruitmen yang terjadi pada sistem kerja outsourcing dengan cara mengunakan jasa
penyalur tenaga kerja yang menjanjikan upah besar di pabrik tersebut hanyalah
kebohongan belaka. Sistem jam kerja para buruh outsourcing sama dengan sistem jam kerja pekerja buruh tetap.
Sedangkan sistem penggajian yang diterima oleh buruh outsourcing sangatlah sedikit, tidak sama dengan gaji yang diterima
oleh pekerja tetap. Hal ini sangatlah tidak adil dan membuat sifat iri pada
kedua belah pihak padahal jika dipikir-pikir mereka bekerja pada jumlah jam
yang sama.
Para pekerja buruh outsourcing
telah memenuhi kewajibannya dalam bekerja secara semaksimal mungkin hingga
menghasilkan sebuah produk yang telah diproses di pabrik tersebut. Setelah para
buruh outsourcing melaksanakan
kewajibannya, pastinya mereka juga harus mendapatkan hak yang setimpal yaitu
mendapatkan upah atau gaji yang layak bagi mereka. Itu semua akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup para buruh outsourcing.
Sistem kerja outsourcing
memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi pekerjanya. Buruh outsorcing mendapatkan gaji yang tak
menentu, dapat berubah-ubah setiap waktu penerimaan gaji. Selain itu, buruh outsourcing tidak mendapatkan jaminan
kesehatan. Padahal jaminan kesehatan ini sangatlah penting sekali apabila suatu
saat buruh outsourcing tersebut mengalami
kecelakaan kerja, mereka dapat menggunakan jaminan kesehatan tersebut.
Apabila tuntutan buruh outsourcing terhadap pemilik perusahaan tersebut tidak ditanggapi,
buruh tersebut akan menuntut kembali hingga permintaannya terpenuhi. Jika
dipikir berulang-ulang dalam sehari bisa diperkirakan sekitar empat juta buruh
di seluruh Indonesia melakukan aksi tuntutan ini. Hal ini menimbulkan kerugian
industri hingga mencapai Rp. 220 triliun.
Sistem ini sungguh benar-benar menyengsarakan bagi para
buruh. Buruh outsourcing sudah
bekerja secara maksimal setiap harinya untuk menghasilkan produk, tetapi gaji
yang didapatkan buruh outsourcing
tidak sebanding dengan bekerjanya. Cara terbaik yang seharusnya dilakukan oleh
pemilik perusahaan untuk menyejahterakan buruh outsourcing adalah memenuhi permintaan buruh untuk menghapus sistem
kerja outsourcing, memberikan upah
yang layak dan setara dengan pekerja buruh tetap, memberikan jaminan kesehatan,
dan kesejahteraan yang layak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar